photo:weheartit
Mataku seperti kompas. Ia sedang mengarahkan tujuan ke tempat dimana rindu bisa terlepas
Di utara, hanya ada sepenggal kisah dan kenangan yang tersisa.
Di timur, justru ada koleksi luka yang berbujur. Cukup, aku malas membaur.
Di barat, sosok yang kucari tak terlihat. Hati mulai sekarat. Hujan kecewa mulai terasa lebat.
Sepertinya aku kelelahan jika harus pergi lagi ke selatan. Bagaimana jika rindu tak bisa terpulangkan? Bagaimana jika aku tersesat di tengah jalan? Lalu kemana aku harus pulang? Mana jawaban? Mana hadiah dari perjalanan? Pertanyaan-pertanyaanku seperti bertepuk sebelah tangan, mungkin hanya aku yang boleh menentukan jawaban dari setiap isi pertanyaan. Aku pun hanya bisa menyetujui hasil diskusi pikiran dan hati. Hati menang lagi. Suaranya selalu bisa membuat logika terpeleset jatuh, hingga gengsi dan perasaan-perasaan pengganggu lainnya runtuh. Jika mata angin memang benar hanya ada empat, selatan maka akan jadi tempat terakhir yang akan kupijaki.
Aku tiba, tapi tidak ada apa-apa.
Tiba-tiba rindu bergerak dari tempat yang kukira sudah retak, mataku terbelalak. Ini Selatan, objek itu hanya bersembunyi pada tempat yang tak kelihatan. Dia ada, rindu bahagia. Hati tak usah ditanya. Mata angin terakhir, membuat tak ingin pertemuan ini berakhir. Aku tak ingin pulang, aku tak ingin tahu caranya pulang. Aku ingin tersesat disini saja, dimana objek itu berada.
Di selatan, aku telah menemukan. Perlu waktu untuk mataku tersadarkan, perlu waktu untuk tetap sabar menunggu.
Ini perjalanan. Jika kamu belum menemukan, jangan terburu-buru untuk segera pulang. Seperti aku, mungkin terlebih dulu harus mengikuti alur agar tahu bagaimana caranya sabar terulur. Nanti jika waktu sudah tahu caranya menunjukkan jalur, rindu pun akan segera terkubur. Mata anginmu tersebar luas, bergegaslah berpergian mencari tempat agar rindu bisa terlepas.
by:Astry Indrawati
0 comments:
Post a Comment