Aku dan Pikiranku



0 comments
  • Aku: Rindu ini untuk siapa?
  • Kepala: Itu bukan bagianku untuk menjawab.
  • Aku: Baiklah. Lalu, cinta ini untuk siapa?
  • Kepala: Itu juga bukan bagianku untuk menjawab.
  • Aku: Ah. Mengapa?
  • Kepala: Karena urusanku adalah urusan pemikiran. Urusan logika. Sementara urusan perasaan adalah urusan hati. Tanyalah pada si bodoh itu.
  • Aku: Bodoh?
  • Kepala: Benar. Dia memang bodoh, bukan? Selain bodoh, dia juga seorang pembangkang.
  • Aku: Bagaimana bisa?
  • Kepala: Begini. Berapa kali dia sudah kunasehati agar berhenti bekerja ketika kau dilukai, tapi dia terus saja melakukannya? Berapa kali?
  • Aku: Berkali-kali! Tapi bukankah itu tugasnya?
  • Kepala: Ah, sama saja kau dengan dia. Susah diberitahu yang benar!
  • Aku: Aku tahu. Tapi aku tak berdaya. Lalu, mengapa kau sebut dia bodoh?
  • Kepala: Karena dia mempermalukan dirinya sendiri. Bukan hanya itu, dia juga membuatmu dan membuatku terlihat sama bodohnya dengan dia.
  • Aku: Atas nama hati, maafkan aku.
  • Kepala: Buat apa kau meminta maaf atas namanya? Lagipula, ini bukan salahmu!
  • Aku: Jadi aku harus bagaimana?
  • Kepala: Berhenti menjadi pencinta yang bodoh.
  • Aku: Tapi kata orang, kalau tidak bodoh itu bukan cinta?
  • Kepala: Itu kan cintanya orang-orang bodoh…
  • Aku: Atau kau yang terlalu pandai untuk kami berdua - aku dan hati?
  • Kepala: Aku bukannya pandai, tapi aku mencintai kalian. Aku ada di saat kalian butuh juru selamat.
  • Aku: Bagaimana jika kami sendiri yang tidak ingin diselamatkan?
  • Kepala: Nah! Apa kataku tadi? Kalian berdua memang bodoh!
  • Aku: Kami tidak bodoh! Kami hanya tidak ingin diselamatkan!
  • Kepala: Kalau begitu, jangan hiraukan aku lagi. Berhenti bertanya dan berbicara denganku.
  • Aku: Kau marah?
  • Kepala: Tidak, aku bukannya marah. Aku putus asa.
  • Aku: Jadi, apakah aku harus membunuh hati?
  • Kepala: JANGAN! Karena tanpanya, kau tak memerlukanku…
  • Aku: Hubungan yang sulit…
  • Kepala: Aku tahu, aku tahu.
  • Aku: Bagaimanapun, terima kasih, kepala. Karena kau tidak pernah bosan untuk menegur kami.
  • Kepala: Terima kasih, aku. Karena ada kalanya kau masih ingin mendengarkanku.
  • Aku: Kita teman kan?
  • Kepala: Bukan. Kita sahabat. Dan aku sahabatmu yang paling jujur.
  • Aku: Ah.
  • Kepala: Aku ada bahkan ketika kau merasa terganggu dengan kehadiranku.
  • Aku: Ah.
  • Kepala: Maafkan aku.
  • Aku: Tak ada yang perlu dimaafkan.
  • Kepala: Ada.
  • Aku: Apa?
  • Kepala: Kerasionalitasanku.
  • Aku: Itu hal yang buruk?
  • Kepala: Menurutmu sendiri bagaimana?

0 comments:

Post a Comment

newer post older post