0 comments
Buat aku kamu itu seperti kopi arabica untuk menggapai mu itu membutuhkan banyak tahapan, 
Dan sepertinya kamu juga memiliki sifat yg kental akan ciri khasmu,kehalusan, keramahan dan kesopanan kamu terhadap perempuan itu 
Menambah nilai plus dari dirimu.


0 comments
Khidupan ini sudah tertulis DAFTAR ISINYA
KATA PENGANTAR berupa syukur orang tua melahirkan aku dgn selamat
PENDAHULUAN doa orang TUA untuk aku untuk berbakti kpd beliau,disertai
DASAR teori al quran sebagai PEDOMAN aku,dan
ANALISA kehidupan saat aku beranjak Dewasa,serta
PENUTUP dikala TUA,semua terangkum dalam KESIMPULAN pertangung jawaban di padang masyhar kelak.

Aku dan Pikiranku



0 comments
  • Aku: Rindu ini untuk siapa?
  • Kepala: Itu bukan bagianku untuk menjawab.
  • Aku: Baiklah. Lalu, cinta ini untuk siapa?
  • Kepala: Itu juga bukan bagianku untuk menjawab.
  • Aku: Ah. Mengapa?
  • Kepala: Karena urusanku adalah urusan pemikiran. Urusan logika. Sementara urusan perasaan adalah urusan hati. Tanyalah pada si bodoh itu.
  • Aku: Bodoh?
  • Kepala: Benar. Dia memang bodoh, bukan? Selain bodoh, dia juga seorang pembangkang.
  • Aku: Bagaimana bisa?
  • Kepala: Begini. Berapa kali dia sudah kunasehati agar berhenti bekerja ketika kau dilukai, tapi dia terus saja melakukannya? Berapa kali?
  • Aku: Berkali-kali! Tapi bukankah itu tugasnya?
  • Kepala: Ah, sama saja kau dengan dia. Susah diberitahu yang benar!
  • Aku: Aku tahu. Tapi aku tak berdaya. Lalu, mengapa kau sebut dia bodoh?
  • Kepala: Karena dia mempermalukan dirinya sendiri. Bukan hanya itu, dia juga membuatmu dan membuatku terlihat sama bodohnya dengan dia.
  • Aku: Atas nama hati, maafkan aku.
  • Kepala: Buat apa kau meminta maaf atas namanya? Lagipula, ini bukan salahmu!
  • Aku: Jadi aku harus bagaimana?
  • Kepala: Berhenti menjadi pencinta yang bodoh.
  • Aku: Tapi kata orang, kalau tidak bodoh itu bukan cinta?
  • Kepala: Itu kan cintanya orang-orang bodoh…
  • Aku: Atau kau yang terlalu pandai untuk kami berdua - aku dan hati?
  • Kepala: Aku bukannya pandai, tapi aku mencintai kalian. Aku ada di saat kalian butuh juru selamat.
  • Aku: Bagaimana jika kami sendiri yang tidak ingin diselamatkan?
  • Kepala: Nah! Apa kataku tadi? Kalian berdua memang bodoh!
  • Aku: Kami tidak bodoh! Kami hanya tidak ingin diselamatkan!
  • Kepala: Kalau begitu, jangan hiraukan aku lagi. Berhenti bertanya dan berbicara denganku.
  • Aku: Kau marah?
  • Kepala: Tidak, aku bukannya marah. Aku putus asa.
  • Aku: Jadi, apakah aku harus membunuh hati?
  • Kepala: JANGAN! Karena tanpanya, kau tak memerlukanku…
  • Aku: Hubungan yang sulit…
  • Kepala: Aku tahu, aku tahu.
  • Aku: Bagaimanapun, terima kasih, kepala. Karena kau tidak pernah bosan untuk menegur kami.
  • Kepala: Terima kasih, aku. Karena ada kalanya kau masih ingin mendengarkanku.
  • Aku: Kita teman kan?
  • Kepala: Bukan. Kita sahabat. Dan aku sahabatmu yang paling jujur.
  • Aku: Ah.
  • Kepala: Aku ada bahkan ketika kau merasa terganggu dengan kehadiranku.
  • Aku: Ah.
  • Kepala: Maafkan aku.
  • Aku: Tak ada yang perlu dimaafkan.
  • Kepala: Ada.
  • Aku: Apa?
  • Kepala: Kerasionalitasanku.
  • Aku: Itu hal yang buruk?
  • Kepala: Menurutmu sendiri bagaimana?

Kompas



0 comments

photo:weheartit

Mataku seperti kompas. Ia sedang mengarahkan tujuan ke tempat dimana rindu bisa terlepas
Di utara, hanya ada sepenggal kisah dan kenangan yang tersisa.
Di timur, justru ada koleksi luka yang berbujur. Cukup, aku malas membaur.
Di barat, sosok yang kucari tak terlihat. Hati mulai sekarat. Hujan kecewa mulai terasa lebat.
Sepertinya aku kelelahan jika harus pergi lagi ke selatan. Bagaimana jika rindu tak bisa terpulangkan? Bagaimana jika aku tersesat di tengah jalan? Lalu kemana aku harus pulang? Mana jawaban? Mana hadiah dari perjalanan? Pertanyaan-pertanyaanku seperti bertepuk sebelah tangan, mungkin hanya aku yang boleh menentukan jawaban dari setiap isi pertanyaan. Aku pun hanya bisa menyetujui hasil diskusi pikiran dan hati. Hati menang lagi. Suaranya selalu bisa membuat logika terpeleset jatuh, hingga gengsi dan perasaan-perasaan pengganggu lainnya runtuh. Jika mata angin memang benar hanya ada empat, selatan maka akan jadi tempat terakhir yang akan kupijaki.
Aku tiba, tapi tidak ada apa-apa.
Tiba-tiba rindu bergerak dari tempat yang kukira sudah retak, mataku terbelalak. Ini Selatan, objek itu hanya bersembunyi pada tempat yang tak kelihatan. Dia ada, rindu bahagia. Hati tak usah ditanya. Mata angin terakhir, membuat tak ingin pertemuan ini berakhir. Aku tak ingin pulang, aku tak ingin tahu caranya pulang. Aku ingin tersesat disini saja, dimana objek itu berada.
Di selatan, aku telah menemukan. Perlu waktu untuk mataku tersadarkan, perlu waktu untuk tetap sabar menunggu.
Ini perjalanan. Jika kamu belum menemukan, jangan terburu-buru untuk segera pulang. Seperti aku, mungkin terlebih dulu harus mengikuti alur agar tahu bagaimana caranya sabar terulur. Nanti jika waktu sudah tahu caranya menunjukkan jalur, rindu pun akan segera terkubur. Mata anginmu tersebar luas, bergegaslah berpergian mencari tempat agar rindu bisa terlepas.
                                                                                                                           
by:Astry Indrawati








Topeng Sandiwara



0 comments
photo: pintrest

Wajah mereka seperti kertas pengumuman ujian. Ada ‘kepastian’. Di rautnya tertuliskan beberapa skenario yang akan mereka ungkapkan. Katanya mereka begitu mengerti, katanya mereka pernah berada di posisi ini. Mengangguk-anggukan kepala, wajah dilukis cat warna kelabu lalu seakan-akan begitu peduli padaku. Karena kata-kata yang berhamburan keluar pintu mulutku, mereka seakan bergegas menyusun drama agar tidak dicap tak berhati. Lalu lahirlah peduli basa-basi.
Mereka bukan memancing bahagia, tapi meminta tepuk tangan saja. Skenarionya sukses berjalan sesuai ekspektasi pemirsa. Entahlah mereka harus latihan berapa lama sampai-sampai memerankannya luar biasa. Hey, kau mengerti apa? Berapa bagian dari hatiku yang kau mengerti lalu seenaknya kau deskripsikan sesuka diri? Memangnya dengan hanya berucap, segala kesedihanku akan lenyap?
Berapa banyak yang tidak setuju protesku ini? Apa kalian bagian pemuja kepura-puraan juga? Atau penonton setia opera basa-basi?

by: Astry Indrawati


0 comments
Kau tahu mengapa aku sayangi kamu lebih dari siapapun? Karena kamu menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Menulis adalah sebuah keberanian untuk menunjukan kalo aku punya sesuatu.

Lakon Wayang



0 comments
photo: tumblr

   Kamu dalang dan hatiku wayang. Perasaankulah permainanmu.Lenggak-lenggok kelincahanmu menyajikan tarian luka. Mereka menikmati, mereka menghadiahi tepuk tangan. Sedangkan di setiap pertunjukkan, akulah korban yang terpaksa memberikan kebahagiaan demi seseorang yang kusebut kebahagiaan.
newer post